Tahun Cemerlang

Di koran saya baca jalanan di depan rumah kami di Hilversum termasuk daerah bebas petasan. Lega! Pas pergantian tahun negeri ini bising akibat ledakan petasan, mercon dan kembang api. Saya hanya lihat dari balik jendela. Keluar sebentar dengan suami menyalami para tetangga dan mengucapkan selama tahun baru. Setelah itu saya bergegas masuk rumah. Beberapa tahun belakangan ini makin sedikit tetangga pasang mercon. Tanpa petasan sekalipun bagi kami sekeluarga, 2018 adalah tahun sesumringah kembang api.

Merayakan ulang tahun bersama keluarga, mantan Ranesi dan teman-teman lama

Pesta ulang tahun ke 65 di awal musim panas yang saya rayakan di kebun botani, sangat mengesankan. Berkumpul kembali dengan mantan rekan-rekan Radio Nederland Siaran Indonesia dan teman-teman lama dari masa studi. Pesta ulang tahun di kebun botani di Hilversum Pinetum Blijdenstein itu seperti temu kangen. Hari itu berjalan cepat, dan di sini saya perlu mengaku bahwa waktu masih anak saya pikir hidup enam puluh tahun itu sudah lebih dari cukup.

Anak-anak menyanyi, kami melantai

Belum lagi selesai mengunyah kembali hari yang mengesankan itu kami bertolak ke Jenewa untuk menghadiri reuni keluarga. Meski jaraknya hampir seribu kilometer, perjalanan itu tidak melelahkan, tidak membosankan. Kami singgah di tempat-tempat cantik dan menginap di sebuah kota kecil di Perancis.

Reuni cucu-cucu dan buyut kakek-nenek saya dari pihak ibu. Ibu saya dua belas bersaudara, sepuluh perempuan dan dua laki-laki. Temu kangen ini diadakan di Jenewa karena sepupu saya tertua tinggal di sana. Bertahun-tahun dia bekerja di PBB. Waktu kecil saya kagum padanya. Saya baru belajar membaca dan menulis dia sudah bekerja di kedutaan besar Swedia di Jakarta. Dia mahir banyak bahasa. Kalau kami menginap di rumah mereka saya perhatikan pagi hari dia dijemput mobil kedutaan dengan nomor pelat CD. Ibu sepupu saya itu anak kakak ibu saya. Tak lama kemudian sepupu saya ke Jenewa dan bekerja di PBB.
Kelak saya mampir ke rumahnya jika liputan ke PBB.

Beranak pinak


Sepupu-sepupu lain dan anak-anak mereka dengan pasangan mereka yang tersebar di Belanda, Perancis, Jerman, Amerika Serikat, Canada berdatangan ke Jenewa untuk berkumpul. Sudah lama sekali kami tidak jumpa. Aduh kangen! Temu kangen yang menyenangkan.
Sayang sepupu dari Canada jatuh dan patah bahunya. Masuk rumah sakit. Kalau masih bekerja di Ranesi, saya pasti membuat liputan tentang rumah sakit di Jenewa.
Meski begitu akhir pekan bersama mereka membuat kami merencanakan mengadakan temu kangen tiap dua tahun.

Ke puncak Mt. Salève

Dalam perjalanan pulang ke Hilversum kami singgah di berbagai kota di Perancis. Salah satu yang mengesankan adalah kunjungan kami ke musium Louvre Lens. Kota ini dulu kaya ketika pertambangan batu bara masih jaya. Musium yang lumayan baru ini di bangun di bekas lokasi pertambangan. Semua itu tercermin dari kebun di keliling musium.

Jalur kereta di kebun musium mengingtkan pengunjung pada pertambangan batu bara di Lens.

Sayang sekali Karindra dan Erik tidak bisa hadir pada reuni keluarga. Mereka sibuk dengan band mereka Faradays. Bagi mereka 2018 adalah tahun padat kegiatan. Mereka manggung di berbagai kota di Belanda dalam rangka festival musik pop. Jelas pengalaman sering manggung di berbagai tempat membuat band muda ini makin dewasa. Mereka terbiasa tampil di panggung besar dan kecil. Faradays sempat jadi pemenang dalam sebuah lomba musik. Hadiahnya: mereka boleh merekam di studio canggih dan mendapat bimbingan profesional. Sungguh menggembirakan melihat perkembangan mereka. Semua itu mereka lakukan di samping pekerjaan mereka sehari-hari. Karindra adalah sarjana fisika yang sedang meneliti ‘menangkap sinar’ di Univeritas Utrecht. Bolehkah saya sebagai ibu mengatakan: ‘Karindra kreatif dan cerdas’

Amsterdam 2018, Faradays

Dayinta merampungan program PhD-nya di TU Delft. Bagi kami sebagai orang tua sangat istimewa menghadiri promosi si bungsu. Kedua paranimfnya mengusulkan menghadiahkan majalah pada Dayinta. Pada keluarga dan teman-teman mereka meminta tulisan dengan kenangan atau kejadian lucu bersama Dayinta.

Saya menceritakan pemikiran Dayinta sewaktu dia berumur enam tahun: “Kita terus bertambah.” Saya tanya: “Maksudmu gimana?” Dia menjelaskan bahwa kita semua mulai sebagai bayi, lalu jadi anak, lalu jadi murid, lalu jadi teman. Begitulah kita bertambah terus. Hmmm.
Bertambah luas juga dunia kita bukan?

Dayinta mulai sekolah di Hilversum, studi di Amsterdam, lalu ke Utrecht, lalu ke Oxford, lalu ke Delft. Dan sekarang dia boleh menyebut dirinya seorang doktor. Pernah dia mengutarakan ambisinya mengawinkan ilmu pengetahuan dengan seni. Membawa keindahan-keindahan di laboratorium ke dinding musim. Dengan demikian banyak orang akan bisa menikmati kecantikan ilmu pengetahuan. Semoga terlaksana ya nak!

Selamat ya!

Banyak alasan memasang petasan untuk menutup 2018 dan menyambut 2019. Pada semua saya ucapkan: Selamat Tahun Baru Penuh Rahmat!

Plaats een reactie

Deze site gebruikt Akismet om spam te bestrijden. Ontdek hoe de data van je reactie verwerkt wordt.